Syalom,
Trias Politika (Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif)
adalah sistem Pembagian Kekuasaan yang dianut oleh Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dimana masing-masih dari lembaga di atas memiliki kedudukan yang sejajar akan tetapi memiliki wewenang yang berbeda.
Eksekutif (Presiden dan Wakil Presiden) merupakan lembaga yang
berwenang untuk melaksanakan dan menerapkan UU, Legislatif (DPR-RI)
adalah lembaga pembuat UU sementara Yudikatif (MA dan MK) adalah lembaga
yang berwenang menafsirkan isi UU maupun memberi sanksi atas setiap
pelanggaran atas UU.
Ketiga lembaga ini memiliki fungsi yang sama strategisnya, namun pertanyaan yang mungkin akan muncul adalah "Bagaimana jika di tubuh DPR-RI terjadi kebuntuan politik seperti yang terjadi saat ini?".
Di tahun 1956 (Masa Orde Lama), Presiden RI Pertama Ir. Soekarno pernah membubarkan DPR-RI hasil pemilu tahun 1956 dengan mengeluarkan Dekrit Presiden 1956, Presiden membubarkan DPR dikarenakan tidak ada lagi kerjasama yang saling mendukung antara Presiden dan DPR, pada waktu itu DPR hanya menyetujui 36 miliar rupiah APBN dari 44 miliar yang diajukan oleh Presiden. Setelah itu, demi kelangsungan Negara, maka Presiden menunjuk dan melantik Anggota Legislatif yang disebut pada masa itu DPR-GR.
Namun setelah melihat banyak kelemahan dari DPR-RI Masa Orde Lama dan Orde Baru yang tidak berjalan sesuai dengan fungsinya atau sering sekali disebut hanya "Tukang Stempel" Pemerintah, di masa Reformasi dilakukan pengutan-penguatan terhadap lembaga-lembaga pemerintahan tersebut yang menyebabkan ketiga lembaga ini sama dan sejajar melalui amandeman UUD 1945.
Idealnya tiga lembaga ini harus saling mendukung dan bersinergi sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing. Tetapi, tentunya pemerintahan harus tetap berjalan, kalau tidak, maka Negeri ini akan bubar!
Jika kita melihat dari situasi di tubuh DPR-RI saat ini, dimana terjadi beberapa persoalan terlebih dengan adanya istilah "DPR-RI Tandingan" yang akan berdampak terhadap tersendatnya penyelenggaraan pemerintahan dan kredibilitas produk UU yang akan dihasilkan oleh DPR-RI, maka langkah apakah yang harus diambil dan bagaimana masyarakat khususnya mahasiswa melihat persoalan ini? tentunya berdasarkan kajian-kajian Yuridis dan berlandaskan UU yang berlaku pasca reformasi 1998.
Mari kita berdiskusi bersama dan nantinya kita mengetahui sejauh manakah hubungan antar 3 (tiga) lembaga ini dan kedepan kita bisa memberikan penjelasan yang lebih mantab kepada orang-orang awam yang betul-betul kebingungan melihat kenyataan ini.
Salam Persaudaraan,
Ut Omnes Unum Sint
Syalom
PK GMKI FT-UNIMED M.B 2014-2015
Ketiga lembaga ini memiliki fungsi yang sama strategisnya, namun pertanyaan yang mungkin akan muncul adalah "Bagaimana jika di tubuh DPR-RI terjadi kebuntuan politik seperti yang terjadi saat ini?".
Di tahun 1956 (Masa Orde Lama), Presiden RI Pertama Ir. Soekarno pernah membubarkan DPR-RI hasil pemilu tahun 1956 dengan mengeluarkan Dekrit Presiden 1956, Presiden membubarkan DPR dikarenakan tidak ada lagi kerjasama yang saling mendukung antara Presiden dan DPR, pada waktu itu DPR hanya menyetujui 36 miliar rupiah APBN dari 44 miliar yang diajukan oleh Presiden. Setelah itu, demi kelangsungan Negara, maka Presiden menunjuk dan melantik Anggota Legislatif yang disebut pada masa itu DPR-GR.
Namun setelah melihat banyak kelemahan dari DPR-RI Masa Orde Lama dan Orde Baru yang tidak berjalan sesuai dengan fungsinya atau sering sekali disebut hanya "Tukang Stempel" Pemerintah, di masa Reformasi dilakukan pengutan-penguatan terhadap lembaga-lembaga pemerintahan tersebut yang menyebabkan ketiga lembaga ini sama dan sejajar melalui amandeman UUD 1945.
Idealnya tiga lembaga ini harus saling mendukung dan bersinergi sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing. Tetapi, tentunya pemerintahan harus tetap berjalan, kalau tidak, maka Negeri ini akan bubar!
Jika kita melihat dari situasi di tubuh DPR-RI saat ini, dimana terjadi beberapa persoalan terlebih dengan adanya istilah "DPR-RI Tandingan" yang akan berdampak terhadap tersendatnya penyelenggaraan pemerintahan dan kredibilitas produk UU yang akan dihasilkan oleh DPR-RI, maka langkah apakah yang harus diambil dan bagaimana masyarakat khususnya mahasiswa melihat persoalan ini? tentunya berdasarkan kajian-kajian Yuridis dan berlandaskan UU yang berlaku pasca reformasi 1998.
Mari kita berdiskusi bersama dan nantinya kita mengetahui sejauh manakah hubungan antar 3 (tiga) lembaga ini dan kedepan kita bisa memberikan penjelasan yang lebih mantab kepada orang-orang awam yang betul-betul kebingungan melihat kenyataan ini.
Salam Persaudaraan,
Ut Omnes Unum Sint
Syalom
PK GMKI FT-UNIMED M.B 2014-2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar