PENGANTAR
Pemuda
Berbicara Kerukunan Umat Beragama di Sumatera Utara
“Tidak ada Persatuan tanpa Perbedaan”
Pernyataan itu bukan
tidak sering kita dengar baik secara lisan maupun dari media sosial. Kata
“Persatuan” akan berlaku hanya jika ada “Perbedaan”. Betapa tidak, jika bukan
karena perbedaan itu maka tidak akan ada yang perlu dipersatukan.
Perbedaan memang kerap
kali menjadi mesiu pemicu kesalahpahaman bahkan pertikaian.Sebagai bangsa yang
kaya akan keberagaman, kita dituntut untuk lebih menghargai
keberagaman itu. Jangan sampai itu menjadi palu pemukul yang meretakkan bahkan
menghancurkan bangsa kita.
Berbicara mengenai kerukunan tentu berbicara mengenai
perbedaan pula karena perbedaanlah yang membutuhkan hal itu. Negara kita adalah
Negara yang kaya akan Ras, Suku, Adat, Agama dan masih
banyak hal lainya yang memperkaya bangsa kita. Sampai saat ini negara Indonesia
memiliki 6 Kepercayaan yang diakui sebagai Agama. Agama mempunyai pengaruh yang
besar akan karakter maupun moral
dan etika keseharian orang-orang di negara ini.
Keberagaman kepercayaan ini juga sangat mempengaruhi yang namanya persaudaraan
di negara ini. Namun, perbedaan itu jugalah yang membuat nama negara ini besar
dan dikenal di penjuru dunia.
POSISI
PEMUDA DALAM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
Ditengah kayanya
keberagaman di negara ini, Provinsi Sumatera utara menjadi salah satu penyuplai
keragaman itu. Hal ini tampak jelas dalam kehidupan kita sehari-hari yang berdomisili di daeerah
Sumatera Utara. Sebagai
agen perubahan yang kerap diberikan bagi mereka yang sedang memundak jabatan
sebagai mahasiswa tentunya itu menjadi sebuah tanggungjawab yaitu menjaga
kelestarian umat beragama. Kerukunan berarti saling mengakui keberadaan dengan
saling menghargai setiap perihal-perihal masing-masing kepercayaan. Dalam
kehidupan Mahasiswa di Sumatera Utara tak jarang Keberagaman ini menjadi
pemecah. Hal itu sebenarnya akibat dari rasa cinta terhadap kepercayaan
masing-masing. Namum, ada juga orang-orang yang memang motifnya untuk
memecahbelah kerukunan yang sudah terpelihara. Disinilah kekritisan kita diuji
sebagai kaum intelektual yaitu bagaimana kita dalam merespon hal itu. Sebagai
salah satu provinsi yang besar di Negara ini, Sumatera Utara memang sangat
rentan akan problem semacam itu.
Problema itu bisa kita lihat secara nyata di kehidupan
kita sebagai generasi penerus bangsa. Kehidupan orang-orang muda erat dengan
yang namanya kelompok-kelompok maupun organisasi.Organisasi kemahasiswaan,
organisasi kemsyarakatan yang berbau Agama adalah gambaran nyata dari hal itu.
Tak jarang organisasi-organisasi seperti itu maupun semacamnya dijadikan media
untuk memberi gambaran yang kurang etis terhadap organisasi lainya. Disitulah
kita diuji tentang reaksi kita untuk menanggapinya. Apakah dengan memberi
tanggapan sebagaimana kita diuji atau mau meralat hal yang sebenarnya sudah
menjadi virus yang bisa menghancurkan persaudaraan. Bisa dibilang pemuda itu
adalah sasaran dari semua kebijakan-kebijakan dari ajaran agamanya. Perilaku
npemuda adalah gambaran dari bagaimana norma akan agamanya. Tapi tak jarang
pula ada oknum yang sengaja bertingkah untuk membuat sesamanya bertindak rasis.
Berbagai insiden yang di Sumatera Utara tidak pernah
lepas dari keberadaan para pemuda. Agama di kalangan pemuda adalah hal yang
sangat sensitif. Hal itu dikarenakan semangat pemuda itu cenderung masih
dikuasai oleh emosionalnya yang masih labil. Untuk menjaga kerukunan umat
beragama di Sumatera Utara sudah seharusnyalah Pemerintah dan mereka yang
menjadi ahli-ahli Religius untuk mengarahkan semangat para pemuda sehingga
tidak menjadi salah arah. Kehidupan pemuda di Sumatera Utara dalam keseharianya
memang tidak begitu memandang apa dan siapa orang-orang di sekitarnya.Rasa
kebersamaan dan kekompakan yang sangat kuat menjadi kebanggaan buat kita yang
hidup di Sumatera Utara. Itu juga tidak lepas dari peranaktif dari mereka
yang melayani dimna para pemuda beraktivitas. Seperti di sekolah,
kampus juga tempat-tempat ibadah yang selalu mengajarkan perlunya kerukunan.
Keberagaman lainya seperti Suku, Adat istiadat juga menjadi factor yang
menopang hal itu.Dalam hal ini Sumateta utara juga mempunyai forum yang
mempunyai misi memelihara kerukunan umat beragama yang dinamakan Forum Lintas
Pemuda. Tetapi, kerukunan di Sumtera Utara terpelihara tidak semata-mata karena
keberadaan Forum ini melainkan jiwa kebersamaan itulah yang membangun
karakter-karakter pemudanya.
Banyanya etnis dan suku di Sumatera Utara juga sangat
berpengaruh terhadap kerukunan umat beragama itu sendiri. Betapa tidak wilayah
yang awalnya hanya didiami oleh satu etnis saja dengan beberapa kepercayaan
sudah ditambah lagi dengan etnis baru yang pasti juga dengan
karakter yang baru pula. Dan itu juga membawa perubahan dari yang sperti
biasanya. Berkurangnya kawasan tempat-tempat umum yang mana menjadi wadah bagi
para pemuda untuk mengisi kekosongan. Pemerintah harus bijak untuk mengarahkan
para pemudanya dengan menfasilitasi berbagai hal-hal yang tidak lepas dari
pelestarian umat Bergama itu sendiri.
“ Akidah Terjamin, Kerukunan Terjalin”.
Itulah motto Forum
Kerukunan Umat Beragama (FKUB) .
Motto inilah yang menjadi jembatan untuk menyampaikan kerukunan umat beragama di
Sumatera Utara supaya tidak
membesarkan perbedaan dan memprioritaskan adanya persamaan.Tetapi menumbuhkan persaudaraan yang kental
ditengah-tengah perbedaan itu. Upaya menanamkan kerukunan
di Sumatera Utara dengan melestarikan persamaan itubukan berarti mencampuradukkan perbedaan yang ada. Kepercayaan dan norma masing-masing
pemeluk agama harus
tetap dijunjung tinggi, yang harus diupayakan adalah
terjalinya kerukunan antar umat beragama demi tercapainya keharmonisan
hidup dalam
keberagaman, saling
memberi, membantu dengan tidak menjadika perbedaan agama sebagai sudut pandang
dalam berperilaku sehari-hari. Untuk mewujudnyatakan hal itu Pemerintah
Provinsi Sumatera Utara membentuk tiga pilar kerukunan yaitu :
1) FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama),
2) Forum Lintas
Pemuda, dan
3) FORKALA (Forum Lembaga Adat dan
Budaya).
Kerukunan umat beragama di Sumatera Utara sampai saat
ini memang masih tergolong kondusif. Dan harapan dan tanggungjawab kita bersama
untuk menjaga juga menghormati kerukunan itu di Sumatera Utara juga
di Negara Kita Indonesia untuk waktu yang tidak ditentukan. Keberhasilan
ini berkat kerjasama berbagai pihak, seperti adanya tiga pilar kerukunan yang
konsekuen mendukung terjalinnya kerukunan.Tiga pilar ini bersama pemerintah
Daerah dan Departemen Agama dan majelis-majelis agama secara sinergi membina
umat beragama. Kondisi kerukunan di Sumatera Hal ini diupayakan bukan hanya
pada tataran pertemuan, seremonial tetapi menjadi kebutuhan masyarakat.
Berdasarkan data yang saya dapat dari mediua sosial Wikipedia,
Sumatera Utara yang mempunyai luas wilayah 71.680,68 Km2 berpenduduk 12.982.204 jiwa. Komposisi
umat beragama: umat Islam sebanyak 8.579.983 jiwa (66,09 persen), Kristen Protestan dan Katolik 4.024.483 jiwa (31 persen), Hindu 14.28 jiwa (0,11 persen), Budha 303.783 jiwa (2,34persen), dan lain-lain 389.456 jiwa (2,9 persen).
Pemeluk agama Islam terbanyak berada di 18 kota dan kabupaten, yakni di : Tapanuli Selatan, Mandailing
Natal,Langkat, Asahan, Deli Serdang, Labuhan Batu, Medan, Serdang Bedagai,
Sibolga,Tanjung Balai, Binjai, Tebing tinggi, Padang Sidempuan, Batubara,
Padang Lawas, Padang Lawas Utara, Labuhan Batu Utara, dan Labuhan Batu Selatan. Sementara umat Kristen
terbanyak di sembilan kota dan kabupaten, yakni : Tapanuli Utara, Nias,
Nias Selatan, Karo, Dairi, Toba Samosir, Samosir, Pakpak Barat, dan Humbang
Hasundutan.
Sedangkan
jumlah umat Islam dan Kristen hampir berimbang berada di Tapanuli Tengah dan
Pematang Siantar. Dari 12.982.204 jiwa
penduduk dan pemeluk agama di Sumatera Utara, telah berdiri 9.199 masjid,
10.325 mushalla, 10.277 gereja Kristen, 2.124 gereja katolik, 63 kuil, 367
vihara, dan 77 cetiya.
Hal-hal yang menggoyang kerukunan di Sumatera Utara
yakni :Jumlah
penduduk yang cukup besar, Kemajemukan
dalam etnis, Suku,Budaya, Agama, perbedaan
tingkat pendidikan dan lingkungan,
masih
adanya aliran sempatan,
masih
adanya sebagian kecil penduduk yang belum menganut agama resmi yang diakui (di
pedalaman), Bergesernya
nilai-nilai agama dan budaya dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
globalisasi serta dampak negatif pembangunan. Hal yang rawan dalam pembinaan
kerukunan umat beragama kadang juga
karena pendirian rumah ibadah yang tidak sesuai dengan peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku, penyiaran
agama kepada orang yang sudah menganut agama tertentu dengan imbalan materi
(umumnya di daerah terpencil), perselisihan
pribadi, kelompok, organisasi, yang akhirnya berkembang menjadi konflik keagamaan, adanya kelompok secara
diam-diam mengadu domba umat dengan menyebar selebaran berbau SARA atau
semacamnya, dan
penggunaan rumah tempat tinggal atau rumah toko (ruko) menjadi tempat
peribadatan dan sebagainya.
“Persatuan dan kesatuan
yang hakiki akan menciptakan kerukunanyang abadi. Kerukunan
abadi akan mewujudkan bangsa yang makmur dan bermartabat. -Bangsa yang bermartabat
akan mengangkat citra negara serta dapat menggugah pandangan bangsa untuk meneladaninya”.
Sebagai kader Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia
(GMKI), kita juga dituntut untuk kontribusi dalam mewujunyatakan kerukunan
itu. Menjunjung tinggi nilai-nilai kekristenan dengan menjaga keutuhan
kerukunan beragama sebagaimana tertulis di konstitusi Grekan Mahasiswa Kristen
Indonesia (GMKI). Menjadi kaum yang menggagas indahnya persaudaraan yang
menghidupkan sebagaimana tema Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia saat ini.
“KEINDAHAN ADA KARENA PERBEDAAN, TIDAK
ADA PERSATUAN TANPA PERBEDAAN”
Salam Perdamaian.
Tinggi
Iman, Ilmu, Pengabdian Ut
Omnes Unum Sint
(Ketua GMKI Komisariat FT-UNIMED M.B 2015/2016)